Pernahkah anda merasakan apa yang dilakukan ketika bekerja merasa ragu untuk bertindak, atau berada di area yang sifatnya abu-abu (grey area), ataupun belum ada peraturan yang menjelaskan boleh atau tidaknya melakukan hal tersebut. Boleh jadi sudah mengutak atik segala bentuk kontrak kerja, peraturan kerja, UU namun tetap saja belum menemukan kaidah yang bisa membenarkan atau membolehkan, ataupun kalau ada masih belum jelas.
Jika tempat bekerja sudah memiliki pedoman kerja, etika kerja, pedoman perilaku atau apalah namanya, maka sungguh beruntung. Berarti perusahaan sudah menerapkan sebagian dari tata kelola perusahaan (corporate governance) yang salah satunya mensyaratkan pedoman etika usaha atau cara bekerja dan berhubungan dengan pihak lain (masyarakat, pemerintah, mitra, karyawan dll).
Namun ada kalanya, pada situasi dan kondisi tertentu, dimana akses terhadap informasi terbatas, sedangkan keputusan atau tindakan mesti segera diambil terhadap suatu masalah atau isu. Mungkin bisa saja dilakukan aksi diam atau tutup mulut terhadap masalah tersebut. Tapi hal tersebut tidaklah disarankan karena dapat menimbulkan bom waktu, sedangkan bagi perusahaan atau organisasi, sikap diam terhadap suatu isu tidaklah dapat diterima.
Banyak langkah atau tindakan yang tidak tepat bukanlah disebabkan oleh ketidakacuhan atau ketidakpedulian, namun lebih disebabkan karena si pengambil keputusan tidak memiliki informasi yang cukup tentang hal itu, tidak mengerti permasalahan atau mereka hanya melakukan “harus cepat selesai”. Perlu diingat, semakin lama kita mengambil keputusan untuk menyelesaikan suatu isu, semakin besar konsekuensi atau resiko yang akan diterima.
Ada teladan yang baik seandainya keraguan atau mengambil tindakan atau keputusan terhadap suatu hal. Ini dilakukan oleh grup perusahaan besar sebagai pedoman dasar, atau basic guidance terhadap pedoman etika yang sudah dibuat sebagai dasar cara berperilaku dan bekerja. Disebut sebagaiBusiness Conduct Quick Test, yakni menanyakan kepada diri sendiri beberapa pertanyaan sederhana :
- Tes Nilai (values test). Apakah hal ini sudah sesuai dengan nilai-nilai perusahaan yang tercantum pada pedoman dasar/etika kerja perusahaan?
- Tes Keselamatan (Safety Test). Mungkinkan hal ini bila dilakukan secara langsung akan membahayakan seseorang atau menyebabkan orang bisa terluka?
- Tes Hukum (Law Test). Apakah sudah sesuai hukum dan sejalan dengan kebijakan atau standar yang kita miliki?
- Tes Nurani (conscience test). Apakah hal ini sudah sesuai dengan nilai/citra diri saya?
- Tes berita (newspaper test). Jika hal ini muncul di koran, apakah saya merasa nyaman dengan keputusan ini?
- Tes keluarga (family test). Bagaimana pengaruh terhadap rekan, saudara, orang tua, istri atau anak jika hal ini dilakukan?
- Tes perasaan (Feeling test). Bagaimana perasaan saya yang sebenarnya bila melakukan hal ini? Jika ada ‘perasaan’ buruk, maka mungkin hal itu adalah buruk.
Lolos dari semua pertanyaan sederhana diatas, maka secara logis hal tersebut boleh dijalankan/diteruskan. Namun, jika ada satu saja yang tidak lolos, mungkin perlu saran atau rekomendasi dari pihak yang lebih tinggi agar dapat dicarikan solusi lebih tepat.
Ditulis dalam Corporate Governance, morale-ethics
Tidak ada komentar:
Posting Komentar